Sept,
29th 2013
06.00
am
Innalillahiwainnailaihiraji’uun.
Akhirnya kata itulah yang aku ucapkan setelah berharap dan berdoa semalaman
suntuk agar pada akhirnya aku dapat mengucapkan Alhamdulillah. Tapi kenyataan
menuntut lain. Pagi itu, walaupun kemungkinannya hanya tinggal 1%, aku tetap
berdoa kepada-Nya agar bisa menjadikan yang 1% itu kenyataan. Jujur, aku masih
belum siap untuk “benar-benar” kau tinggalkan. Tapi ternyata, Allah
menyayangimu lebih dari aku yang begitu menyayangimu selama ini. Allah dan
kaupun tahu, aku sudah kuat untuk berdiri sendiri tanpamu, makanya Allah
menjemputmu kembali. Iya, kan? Tapi sayang, ternyata aku masih belum sekuat
yang kau fikirkan.
Sewaktu
pertama kali kau meninggalkanku, aku masih memiliki harapan untuk dapat bertemu
denganmu walau hanya melihat punggungmu, atau setidaknya aku masih bisa
menghubungimu. Tapi sekarang? Apa yang bisa aku lakukan? Jangankan punggung, bahkan
bayanganmu saja tak lagi ada! Dan satu harapan terakhir, mimpi. Ya, hanya
mimpi. Walaupun aku tahu mimpi itu hanya sebuah bunga tidur, walaupun aku tahu
mimpi itu hanyalah sebuah keinginan kita yang sulit terwujud, walaupun aku tahu
bukan “benar-benar” kau yang hadir dalam mimpiku, datanglah. Datanglah ke dalam
mimpiku disaat aku benar-benar merindukanmu. Karena hanya itu harapan terakhir.
Tak hentinya
aku mengucap terimakasih kepada Allah dan juga kepadamu. Terimakasih kau tak
membuatku sakit lebih dari yang aku rasakan waktu itu. Terimakasih kau telah
memberikan warna dihidupku. Terimakasih kau telah menyayangiku. Terimakasih
telah menjadikanku seseorang yang kau rindu, dan juga alasan perubahan dirimu. Dan
terimakasih, bahkan disaat kau akan “pulang”pun, kau tak membuatku kehilangan
lebih dari yang aku rasakan saat ini. Apapun yang dsampaikan oleh
teman-temanmu, aku tak peduli. Biarlah hanya aku, kau, dan Allah yang tahu apa
yang telah kita lewati selama lebih kurang 2 bulan itu. Walaupun kau terus
berusaha untuk menyangkalnya di depan teman-temanmu. Tak apa. Mengingat kau
pernah mengatakan sayang dan rindu padaku saja sudah cukup.
Selamat
jalan, uda kesayangan. Selamat menempuh jalan menuju “kehidupan” yang
sebenarnya. Selamat menikmati tidur yang begitu panjang. Kenapa aku malah
memberi selamat? Ya, karna kau begitu beruntung. Diusiamu yang masih muda, Allah
sudah menyuruhmu pulang. Itu tandanya kau tak perlu khawatir lagi akan dunia
yang begitu kejam ini, dunia yang dapat menambah catatan Malaikat Atid. Aku begitu
iri padamu.
Istirahatlah
dengan tenang, uda kesayangan. Kau memang bukan pacar, tapi kau lebih dari
seorang pacar buatku. Jika di dunia ini kau tak bisa menjadi imamku, semoga
nanti di surga aku bisa menjadi bidadarimu. Tunggu aku di sana:')
No comments:
Post a Comment